inNews ■ Mantan Presiden Joko Widodo menerima peserta didik Sekolah Staf dan Pimpinan Menengah (Sespimmen) Polri dan Pendidikan Reguler (Dikreg) ke-65 di kediamannya di Solo, Jawa Tengah, pada Kamis lalu, 17 April 2025, menuai kritik.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah berpandangan bahwa cara Jokowi mengumpulkan Sespimmen Polri saat sudah tidak lagi menjabat Presiden RI sangat janggal dan bernuansa politis.
Sespimmen Polri merupakan sekolah staf dan pimpinan menengah Polri dengan peserta didik perwira menengah dengan pangkat ajun komisaris besar dan komisaris. Dengan kata lain, mereka merupakan para calon jenderal.
"Memang janggal, bagi masyarakat biasa yang terus mengunjungi Jokowi mungkin tidak menjadi soal, tetapi kelompok elite semacam ini beresiko mengganggu wibawa Presiden (sekarang)," kata Dedi, pada Senin 21 April 2025.
Di sisi lain, Presiden sebelum Jokowi diketahui tidak pernah melakukan hal serupa.
Ayah dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka itu diduga sedang terus berupaya menunjukkan powernya meski sudah tidak lagi berkuasa.
"SBY dan Megawati tidak melakukan itu. Bisa jadi Jokowi dihinggapi post power syndrom, merasa masih berkuasa dan memang menyukai dipuji berlebihan?" tandasnya.
Meski telah pensiun sebagai Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo alias Jokowi ternyata masih sibuk menerima tamu-tamunya di Solo, Jawa Tengah.
Kunjungan ini pun menarik perhatian publik. Tak sedikit yang mulai berspekulasi dan mengaitkannya dengan dinamika politik nasional.
Sementara Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno turut berkomentar.
Dengan gaya satire, Adi meminta publik jangan buru-buru menilai bahwa ada matahari kembar. Istilah ini kerap digunakan untuk merujuk pada adanya figur di luar Presiden RI Prabowo Subianto yang dianggap memiliki pengaruh kuat dalam pengambilan keputusan.
"Jika ada berita begini, jangan buru-buru berkesimpulan ada matahari kembar, atau apalah. Jangan bikin gaduh," tegas Adi lewat akun X miliknya, Minggu 20 April 2025.
Menurutnya, pertemuan semacam ini tak lebih dari agenda silaturahmi biasa yang sudah menjadi tradisi baik dalam kehidupan berbangsa.
"Ini cuma silaturahmi biasa. Jangan politisasi silaturahmi. Bertemu tokoh bangsa, tradisi bagus," kata Adi Prayitno.
Sebelum menutup pernyataannya, Adi Prayitno menegaskan bahwa jawaban di atas adalah sebatas opsi yang bisa digunakan oleh pihak-pihak yang merasa dicurigai karena telah berkunjung ke kediaman Jokowi.
"Ini kira-kira simulasi jawaban untuk hadapi tudingan ini itu," seloroh Direktur Parameter Politik Indonesia tersebut. (*)